Kompetensi Fasilitator

Apa yang seharusnya dimiliki dan tidak ada pada diri fasilitator ?

Beberapa contoh masalah dalam proses fasilitasi :

Masalah dan Kemungkinan penyebab
Setiap orang tidak berpartisipasi atau menunjukkan ketertarikan dan sebagian diam Penyebab Tugas tidak jelas untuk setiap orang, Beberapa peserta merasa tidak aman, Beberapa peserta mendominasi berdasarkan pendidikan, kelas atau seks,

Peserta tetap pada pandangan yang saling bertentangan, menghambat proses atau pengambilan keputusan Penyebab Adanya nilai-nilai yang berbeda jauh lebih Penting ketimbang tugas kelompok, Adanya perbedaan/konflik antara individual yang ada sebelum keberadaan kelompok

Beberapa peserta mengabaikan atau tidak memperdulikan kontribusi dari peserta lain Penyebab Peserta tidak sensitif terhadap kebutuhan dan masukan dari yang lain
Peserta terlalu mementingkan diri sendiri

Kelompok tidak bisa mengambil keputusan, atau tidak ingin melaksanakan keputusan Penyebab Peserta tidak memiliki cukup informasi atau keterampilan untuk memecahkan masalah, Keputusan mengancam peserta, Takut salah

Fungsi fasilitator sebagai pembimbing yang mampu menempatkan diri sejajar dengan warga belajar, membutuhkan beberapa sikap, seperti yang disampaikan oleh A.G. Lunandi berikut ini:

a. Emphaty : Membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para warga belajar. “Menyetel” pada “gelombang pemancar” para warga belajar; mencoba melihat situasi sebagaimana warga belajar melihatnya; berada dan bersatu dengan warga belajar;

b. Kewajaran : Bersikap, bertindak dan berkata jujur, apa adanya, jangan berlebihan seolah ingin menempatkan lebih tinggi dari warga belajar. Demikian pula dalam berpenampilan (cara berpakaian) di depan kelas. Hindari memainkan – secara sadar maupun tak sadar - peran sebagai pengajar.

c. Respek :Mempunyai pandangan positif terhadap semua peserta. Gambaran negatif terhadap peserta akan mendorong fasilitator bersikap negatif pula yang tentu berdampak kurang baik pada proses dan hasil pelatihan.

d. Komitmen dan kehadiran: Menghadirkan diri secara penuh; siap menyertai kelompok dalam segala keadaan. Tindakan ini akan membangun keakraban dan keterbukaan antara peserta dan fasilitator. Peserta akan merasa aman dan nyaman dengan kehadiran peserta.

e. Mengakui kehadiran orang lain: Mengakui adanya orang lain; tidak menonjolkan diri;
menunjukkan kepada mereka bahwa peserta sadar akan kehadirannya. Lakukan komunikasi verbal maupun non verbal dengan mereka, bersedia mendengar, memberi kesempatan kepada peserta untuk “muncul”.

f. Membuka diri : Keterbukaan mempunyai dua segi: (1) menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman peserta sendiri; setiap saat bersedia mengubah sikap dan pendapat dan konsep saya sendiri; tidak bersikap ngotot agar bermunculan kemungkinan kemungkinan baru. (2). Secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain; mengenalkan diri kepada kelompok, apa yang saya rasakan, apa harapan saya, bagaimana pandangan saya, suka dan duka saya; mau mengambil risiko melakukan kekeliruan.

Selain hal-hal yang dianjurkan untuk dilakukan fasilitator seperti di atas, juga perlu diperhatikan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh fasilitator pelatihan bagi orang dewasa, yakni:

A. Tidak menggurui
Mengingat bahwa warga belajar terdiri dari orang-orang dewasa yang mempunyai keahliannya sendiri, pengalamannya sendiri dan seringkali adalah pemimpin di dalam lingkungannya, maka sikap menggurui dapat dirasakan sebagai meremehkan.

B. Tidak menjadi “ahli”
Artinya tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan, seakan-akan fasilitator harus ahli dalam segala hal dan segala bidang. Bersikap menjadi “ahli” hanya akan memungkinkan proses komunikasi satu arah. Lemparkan pertanyaan seorang peserta kepada forum.

C. Tidak memutus bicara
Pada waktu warga belajar bertanya, atau mengemukakan pandangannya, fasilitator tidak memutus hanya karena kebetulan ia merasa tak sabar. Jika dilakukan akan membuat warga belajar tersinggung, malu, atau lupa topik selanjutnya.

D. Tidak berdebat
Apabila pertanyaan warga belajar telah dijawab fasilitator, dan penanya itu menyanggahnya kembali, maka bahaya terlibat dalam debat mulai terbuka. Bijaksana untuk fasilitator mengalihkannya menjadi diskusi umum dengan melontarkannya kepada seluruh kelompok.

E. Tidak diskrimintaif
Fasilitator harus berusaha untuk memberi perhatian kepada semua warga belajar secara merata, bukan hanya kepada satu atau dua warga belajar yang secara pribadi disukainya.

Sikap yang diperlukan dalam pengernbangan atau pembinaan diri pelatih agar memenuhi citra diri fasilitator secara optimal antara lain :

1. Peka terhadap kebutuhan diri sendiri dan peserta atau orang lain.

Fasilitator dituntut peka terhadap kebutuhan diri sendiri dan peserta atau orang kepada peserta dsb. Ingat peserta rnengikuti pelatihan adalah karena mereka membutuhkan. Fasilitator perlu rnemahami diri sendiri dan peserta atau orang lain diharapkan untuk mempunyai identitas diri masing-masing dan menerimanya. Tentu saja hal ini bukan berarti untuk saling rnenonjoikan egonya tetapi justru untuk saling menghargai dan menghormati sehingga terjadi proses saling belajar.

2. Terbuka dan tidak membela diri.

Pengembangan diri sendiri fasilitatorakan berjalan baik bila ia mau terbuka untuk menerima masukan dan pengalaman baru yang berbeda dengan dirinya, bukan membela diri dan memaksakan pengalamnya sendiri kepada peserta, ingat bahwa peserta juga mempunyai.

3. Percaya, tulus dan sungguh-sungguh.

Fasilitator harus yakin dan berfikir positip terhadap proses dan interaksi belajar yang terjadi. Segala intervensi fasilitator diberikan dengan sungguh sungguh dan tulus kepada peserta dalam interkasi belajar. lntervensi bukan dimaksudkan untuk menimbulkan dan membangun image atau kesan peserta terhadap pelatih melainkan diupayakan untuk penyadaran dan mencapai tujuan pelatihan.

4. Kesetaraan dan kemitraan.

Fasilitator bukan sebagai yang paling tahu, pintar, banyak pengalaman. Fasilitator adalah sebagai mitra belajar dan kesetaraan dalam interaksi belajar dengan peserta. Fasilitator bukan mentransfer bahan belajar/ bahan pelatihan kepada peserta, melainkan memfasilitasi dan bersama peserta untuk menemukan dan mengembangkan pengalaman.

Secara praktis, kepribadian fasilitator yang berhasil berkaitan dengan sifat-sifat fasilitator sebagai berikut :
1. Memiliki rasa hurnor yang akan digunakan untuk menghangatkan komunikasi
2. Memakai bahasa yang mudah dimengerti
3. Menghadapi peserta dengan cara yang luwes supaya suasana menjadi hangat dan akrab
4. Memberikan waktu secukupnya untuk berfikir dan menjawab
5. Mengungkapkan perasaannya sendiri untuk memancing peserta lebih terbuka.
6. Memperhatikan apa yang dirasakan dalam tubuhnya sendiri
7. Memperhatikan pesan-pesan nonverbal para peserta yang dungkapkan dalam bahasa tubuh.
8. Selalu berpikiran positif terhadap seluruh peserta.

Bagaimana fasilitasi yang mendukung agar proses menjadi efektif

Ketika presentasi : Perjelas tujuan Kelompok, struktur dan kecepatan sesuai dengan apa yang perlu dipelajari, Sebanyak mungkin gambarlah, Hubungkan dengan apa yang sudah peserta ketahui, Hubungkan dengan realitas kerja peserta
Ketika mendorong sharing : Cari kesamaan dan perbedaan, Tetap pada jalur, Ikuti seluruh diskusi, Rumuskan poin-poin penting, Tantang dengan pemikiran hitam putih, Dapatkan nilai-nilai belajar
Ketika mendorong pertemuan : Perkuat eksplorasi dan eksperimentasi, Perkuat untuk mencoba sesuatu yang baru, Dampingi
Ketika mendorong penerapan : Kejelasan tugas, Mengawasi kemajuan


Beberapa sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi fasilitator yang Efektif

 Keterbukaan: kemampuan untuk mengundang dialog, menerima umpan balik, dan siap untuk menguji nilai-nilai Anda termasuk opini, serta kesiapan untuk merubahnya, jika perlu.

 Sensitif/empati: kemampuan mengambil pesan implisit; untuk melihat masalah melaluimata peserta; untuk memahami perasaan, ide-ide dan nilai-nilai mereka; untuk fokus pada peran daripada sekedar hanya pada kepribadian atau kompetensi.

 Keterampilan komunikasi dasar: kemampuan menyimak dan mengamati secara aktif, bertanya, menguji, menciptakan dialog, mengungkapkan dengan cara lain, memberi
umpan balik,

 Mendiagnosis: kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan memilih cara dan waktu intervensi yang tepat

 Mendukung dan mendorong peserta: kemampuan untuk memberikan dukungan,
apreasiasi dan kepedulian baik secara verbal maupun non-verbal.

 Menantang: kemampuan untuk berlawanan, untuk tidak setuju, untuk menghentikan satu proses tanpa bersikap kasar

 Mengelola konflik; kemampuan untuk menyelesaikan konflik melalui negosiasi dan mediasi.

 Memodelkan: kemampuan untuk menyertakan diri sebagai model dalam kelompok,
menanggapi dengan spontan, tanpa menjadi idealis, bersikap sebagai pakar.
 
 
Support : Creating Website | KOD Template | FTemplates
Copyright © 2011. KPM Banyuwangi - All Rights Reserved
Modificated by KOD Tutor | Portal Informasi Online
Proudly powered by Blogger